Rabu, Februari 18, 2009

ZAKAT

ZAKAT PROFESI
PENDAHULUAN
PANDANGAN FIKIH TENTANG PENGHASILAN DAN PROFESI
Pendapat Mutakhir
Gaji dan Upah adalah Harta Pendapatan
Mencari Pendapat yang Lebih Kuat tentang Zakat Profesi
Kelemahan Hadis-hadis tentang Ketentuan Setahun
Hadis dari Ali
Hadis dari Ibnu Umar
Hadis dari Anas
Hadis dari Aisyah
Hadis-hadis Tentang "Harta Penghasilan"
Ketidak-sepakatan para Sahabat dan Tabi'in dan Sesudahnya
tentang Harta Benda Hasil Usaha
Harta Penghasilan Menurut para Sahabat dan Tabi'in
1. Ibnu Abbas
2. Ibnu Mas'ud
3. Mu'awiyah
4. Umar bin Abdul Aziz
Para Ulama Fikih Lain dan Kalangan Tabi'in dan Lainnya
Perbedaan Mazhab Empat dalam Masalah Harta Penghasilan
Memilih Pendapat yang Lebih Kuat tentang Pengeluaran Zakat
Pendapat Masa Kini
NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI
Tinggal Satu Persoalan lagi
Bagaimana Cara Pengeluaran Zakat Harta Penghasilan?
Pengeluaran Zakat Pendapatan dan Gaji Bersih
Perhatian
BESAR ZAKAT PENGHASILAN DAN SEJENISNYA
Tentang Zakat Kontemporer
Bahrain, 17 Syawal 1414 H (29 Maret 1994 M)
Tentang Mustahik Amil Zakat
Amil zakat adalah mereka yang membantu pemerintah di Negara-negara Islam atau yang mendapat izin atau yang dipilih oleh yayasan yang diakui oleh pihak Pemerintah atau masyarakat Islam untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat serta urusan lain yang berhubungan dengan itu, seperti penyadaran kepada masyarakat tentang hukum membayar zakat, mencari mustahik, mengumpulkan, mentransformasikan, menggudangkan, menyimpan, menginvestasikan zakat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam himbauan No. 1 dari simposium Masalah zakat kontemporer III.

Yayasan-yayasan dan panitia-panitia zakat yang dibentuk pada akhir-akhir ini adalah bagian Instansi Zakat yang disebut dalam tata Hukum Islam. Oleh sebab itu, maka petugas zakat harus benar-benar memenuhi ketentuan.

Tugas-tugas yang dipercayakan kepada petugas zakat ada yang bersifat pemberian kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang petugas zakat adalah: Islam, laki-laki, jujur, mengetahui hukum zakat, sebagaimana kriteria fiqh. Tanggung jawab lain dari petugas zakat yang bersifat pendukung dapat dipercayakan kepada orang-orang yang tidak memenuhi kriteria di atas.

Para petugas zakat berhak mendapat bagian dari zakat dari kuota Amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah sekadarnya dan bahwa kuota tersebut tidak melebihi dari seperdelapan (1/8) zakat (12,5 %).

Perlu diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran Pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahik lain.

Seorang petugas zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah, atau hibah baik dalam bentuk uang ataupun barang.

Melengkapi gedung dan administrasi Yayasan Zakat dengan sarana yang diperlukan. Bila sarana ini tidak dapat terpenuhi dari anggaran belanja negara atau dari dermawan, maka dapat diambil dari kuota Amil sekedarnya dengan suatu catatan bahwa sarana tersebut harus berhubungan erat dengan pengumpulan, penyimpanan dan penyaluran zakat atau berhubungan dengan peningkatan jumlah zakat.

Instansi yang mengangkat dan membentuk yayasan zakat ini, diharuskan mengadakan inpeksi dan menindak lanjuti kegiataan Yayasan Zakat, sesuai dengan cara Nabi SAW. Dalam mengaudit zakat.

Seorang petugas zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di tangannya dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kurang perhatiannya.

Para petugas zakat harus mempunyai etika keislaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat dan selalu mendo'akan mereka begitu juga terhadap para mustahik, dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinya dalam masyarakat Islam, menyalurkan zakat sesegera mungkin.
Zakat al-Fithr
Posted by admin
16/12/2004 7086 clicks
Zakāt al-Fithr disebut juga sebagai Shadaqah al-Fithr. Kata al-Fithr الفطر sama halnya dengan Ifthaar افطار yang berarti berbuka puasa dan kata itu datang dari akar kata yang sama yaitu Futhuurفطور yang berarti sarapan pagi. Disebut demikian karena orang yang berbuka adalah orang yang makan sejak pagi. Secara Istilah Zakāt al-Fithr berarti zakat yang dikeluarkan pada hari ketika kembali berbuka (akhir puasa Ramadhan).


Dr. Abu Ameenah Bilal Philips

﴾ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى ﴿ الأعلى : 14
Sungguh Telah beruntung orang-orang yang mensucikan dirinya dan orang-orang yang menyebut nama Tuhannya kemudian ia mengerjakan shalat. (QS. al-A’laa: 14)

Ayat ini menyatakan bahwa beruntunglah bagi siapa saja yang membersihkan dirinya dengan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, baik dengan zakat maupun amal soleh. Kemudian mengagungkan nama Tuhannya (berdzikir) dan mengerjakan shalat lima waktu. Menurut riwayat Ibnu ‘Umar, Abu Sa’id al-Khudriy, Abu ‘Āliyah dan Ibnu Khuzaimah ayat di atas diturunkan berkenaan dengan zakat fithri, takbir hari raya puasa dan shalat ‘Iedul-Fithri.

Definisi
Zakāt al-Fithr disebut juga sebagai Shadaqah al-Fithr. Kata al-Fithr الفطر sama halnya dengan Ifthaar افطار yang berarti berbuka puasa dan kata itu datang dari akar kata yang sama yaitu Futhuurفطور yang berarti sarapan pagi. Disebut demikian karena orang yang berbuka adalah orang yang makan sejak pagi. Secara Istilah Zakāt al-Fithr berarti zakat yang dikeluarkan pada hari ketika kembali berbuka (akhir puasa Ramadhan).

Yang Wajib Mengeluarkan Zakāt al-Fithr
Zakāt al-Fithr adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim, baik Laki-laki ataupun Perempuan, anak kecil atau orang dewasa sepanjang dia mempunyai harta untuk melakukannya. Dalil yang menyebutkan bahwa Zakāt al-Fithr adalah pemberian yang wajib terdapat didalam Sunnah melalui riwayat Ibn ` Umar ;

عَنِ ابْنِ عُمَرَ D قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ B زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ (مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَ بِهَا اَنْ تُؤَدِّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ مِنَ الصَّلاَةِ (رواه البخاري)

Dari Ibnu ‘Umar ra berkata; Rasulullah SAW mewajibkan Zakāt al-Fitr kepada setiap budak, orang merdeka, Laki-laki, wanita, dan setiap Muslim yang tua dan muda sebanyak satu Sha` biji korma kering atau satu Sha` gandum. Beliau menyuruh kami untuk melaksanakannya sebelum shalat ‘Ied. [HR. Bukhare, Arabic/English, Jil.2, p. 339, no. 579]

Kepala rumah tangga boleh membayar jumlah yang diperlukan sebagai zakat untuk anggota keluarganya. Abu Sa'id al-Khudriy berkata, Ketika Rasulullah Saw masih berada di tengah kami, kami mengeluarkan zakat fithrah itu untuk setiap anak kecil, orang dewasa, merdeka ataupun budak dengan satu sha’ makanan, satu sha’ keju, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma atau satu sha’ anggur. [ HR. Muslim -Transl. jilid 2, p. 469, no. 2155]

Setiap muslim baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, budak ataupun orang merdeka wajib mengeluarkan zakat bila ia mempunyai kelebihan makanan atau uang (harta) lebih dari keperluannya selama sehari semalam. Sehingga yang dikenai taklif (perintah mengeluarkan zakat) adalah orang yang mempunyai persediaan makanan atau uang yang lebih dari keperluannya pada hari itu. Termasuk di dalamnya orang miskin yang mempunyai makanan untuk dua hari atau yang mempunyai uang lebih dari belanja atas keperluan pokoknya selama sehari. Demikianlah ijtihad para Imam Mujtahidin, yaitu Malik, asy-Syafi’ie, Ahmad dan Ishaq.

Pentingnya Zakāt al-Fithr
Peran penting yang dimainkan oleh Zakāt Māl dalam peredaran kekayaan bagi Masyarakat Islam adalah juga dimainkan oleh Zakāt al-Fitr. Bagaimanapun, di (dalam) kasus Shadaqah al-Fitr (Zakāt al-Fitr), masing-masing individu diminta untuk mengkalkulasi berapa banyak derma yang harus ia bayarkan untuk dirinya dan tanggungannya dan secara langsung mencari masyarakat yang berhak menerima zakat tersebut. Shadaqah al-Fitr memainkan suatu peran sangat penting dalam membangun solidaritas sosial. Yang kaya berhubungan langsung dengan yang miskin untuk membantunya. Sedangkan yang miskin membantu yang lebih miskin lagi darinya. Kontak yang terjadi antar berbagai tingkatan masyarakat ini membantu membangun ikatan persaudaraan yang riil dan cinta dalam Masyarakat Islam. Mereka yang mempunyai menjadi dermawan bagi mereka yang tidak punya. Sehingga kesenjangan sosial dapat dihindari sedini mungkin.

Tujuan Zakāt al-Fithr
Tujuan utama Zakāt al-Fithr adalah sebagai tebusan bagi mereka yang berpuasa untuk mensucikan kesalahan-kesalahannya selama menjalankan ibadah puasa. Zakāt al-Fithr juga diperuntukkan kepada mereka kaum fakir-miskin agar mereka dapat merayakan 'Iedul-Fithri bersama dengan kaum Muslimin yang lain.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ D قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ B زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَـةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

Ibn ‘Abbas meriwayatkan, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mewajibkan Zakāt al-Fitr untuk membersihkan mereka yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan pembicaraan kotor (yang dilakukan selama Ramadaan) dan untuk memberi makan fakir miskin. Siapapun yang memberinya sebelum shalat 'ied akan diterima sebagai Zakat, sedangkan yang memberinya setelah selesai shalat 'Ied maka ia diterima sebagai Shadaqah. [ HR. Abu Dawood- Eng. transl. jilid 2, p. 421, no. 1605- dinilai Shahih oleh Shaikh Naser Al-Albanee]

Tujuan Shadaqah al-Fitr adalah pengem-bangan rohani bagi orang-orang beriman. Dengan menyerahkan sebagian dari kekayaan mereka, Kaum Mu`min diajarkan karakteristik akhlak yang tinggi, yaitu kedermawanan, rasa kasihan (simpatik), dan rasa syukur kepada Allah. Islam juga tidak melalaikan keadilan bagi kebutuhan material bagi manusia, sehingga tujuan kedua dari Zakāt al-Fitr adalah terciptanya kesejahteraan ekonomi bagi anggota masyarakat yang lebih miskin.
Waktu Pelaksanaan Zakāt al-Fithri

Zakāt al-Fithr hanya Wajib untuk periode waktu tertentu. Jika orang luput/ kehilangan waktu tanpa suatu alasan yang jelas, ia telah berdosa dan tidak bisa diganti. Bentuk derma ini menjadi wajib semenjak matahari terbenam pada hari yang terakhir dari puasa sampai permulaan shalat ‘Ied (yaitu tidak lama sesudah matahari terbit pada hari berikutnya). Bagaimanapun, zakat dapat dibayar sebelum periode yang tersebut di atas agar tidak terjadi keterlambatan pelaksanaannya, sebagaimana banyak dari Sahabat Rasulullah Sallallaahu ' alaihi wa sallam yang membayar Sadaqah al-Fitr beberapa hari sebelum shalat 'Ied.
Naafi’ melaporkan bahwa salah seorang sahabat Nabi yaitu Ibn `Umar pernah memberikan zakat bagi mereka yang akan menerimanya [beberapa hari sebelum ‘Ied] dan orang-orang (pada waktu itu) memberikan zakat satu atau dua hari sebelum `Ied. [HR. al-Bukhaaree- Arabic/English, Vol. 2, p.339, no. 579]
Ibn `Umar ra melaporkan bahwa Nabi Sallallaahu ' alaihi wa sallam berpesan bahwa Zakāt al-Fitr itu diberikan sebelum orang-orang pergi melaksanakan shalat 'Ied.

Ibn `Abbaas ra meriwayatkan bahwa Nabi sallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Siapapun yang memberi zakāt fithri sebelum shalat 'Ied maka itu diterima sebagai zakat, sedangkan siapa saja yang memberikannya setelah shalat maka itu diterima sebagai derma biasa (sedekah)”. Oleh karena itu, bagi orang yang lupa bayar Zakāt al-Fithr tepat pada waktunya perlu melakukannya secepat mungkin walaupun tidak terhitung sebagai Zakāt al-Fitr.

Kepada Siapa Zakat Fithri dibagikan ?
Yang berhak menerima zakat fithrah itu, sama halnya dengan yang berhak menerima zakat. Zakat Fithrah hendaklah dibagikan kepada delapan golongan sebagaimana yang tercantum dalam surat at-Taubah ayat 60.
Ash-Shan’aniy berkata: “Zakat Fithri diberikan kepada mereka yang diberikan kepadanya zakat maal (zakat harta). Sabda Nabi: “Zakat Fithri itu makanan bagi orang-orang miskin”, dalam hadits Ibnu Abbas tidak berarti zakat fithri itu tidak boleh dibagi kepada delapan golongan.

Macam Zakat dan Kadarnya
Jumlah Zakat yang harus dibayarkan sama untuk setiap orang dengan mengabaikan pendapatan yang berbeda. Antara orang yang gajinya 100.000 per-bulan dengan yang gajinya 1.000.000 per-bulan tidak berbeda dalam jumlah zakat yang harus dikeluarkannya yaitu satu Sha` (3 ½ liter) makanan, padi/ beras atau buah-buahan yang kering untuk setiap anggota keluarga. Perhitungan ini didasarkan pada riwayat Ibn Umar ra bahwa Nabi Sallallaahu 'alaihi wa sallam mewajibkan Zakat Fithrah dengan 1 sha` kurma kering atau 1 sha` gandum.
Sahabat Abu Sa'ied al-Khudree berkata, Pada zaman Nabi, kita dulu memberi Zakāt al-Fitr dengan satu sha` makanan pokok, kurma kering, jewawut (gandum), kismis atau keju kering. [HR. al-Bukhari- Arabic/English vol. 2, p. 340, no. 582]

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan, nyatalah bahwa yang dikeluarkan untuk zakat fithri adalah makanan yang mengenyangkan atau makanan pokok. Tidak dibolehkan selain dari makanan pokok. Hal ini karena objek tujuan zakat fithri adalah orang yang paling miskin (faqir), yang tidak mempunyai perse-diaan makanan untuk hari itu. Inilah ijtihad Imam Ahmad, Syafi’iy dan Imam Malik. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan makanan pokok itu diganti dengan uang atau benda bermanfa’at lainnya bila tidak ada orang faqir di wilayah kita. Hal ini berdasarkan Atsar Sahabat ‘Umar bin Abdul Aziz yang mengganti gandum dengan kain-kain atau baju. Kata beliau “Berikanlah kepadaku Khamies dan Labiis (dua macam pakaian) untuk pengganti gandum dan jagung. Khamis dan Labiis lebih mudah bagimu dan lebih bermanfa’at bagi Muhajirien dan Anshar di Madinah”. (HR. Bukhari)



sumber:
_http://media.isnet.org./islam/Qardhawi/Zakat/index.html
_http://www.pkpu.or.id/z001.php?id=24
_http://www.perpustakaan-islam.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=111


OLEH: STEFANI J.S 9B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar